Kuliah Ilmu Negara Bab VII

17.39 Bernardino Rakha A 0 Comments

Bab VII: Bentuk Negara
Ada 3 tinjauan bentuk negara: tradisional, modern, dan keadaan sebenarnya

Tinjauan negara tradisional dibahas oleh Aristoteles. Dirinya mencetuskan teori kuantitas yakni berdasarkan pada jumlah orang yang berkuasa, dan teori kualitas yang mendasarkan pada baik buruknya yang berkuasa serta juga mengenai pemerosotan dari bentuk baik ke bentuk yang buruk.
Menurut Aristoteles, negara baik pertama adalah monarki yang mengalami pemerosotan menjadi tirani/diktatuur. Kemudian setelah tirani/diktatuur, muncul aristokrasi yang berisi sekumpulan orang (bangsawan, cendekiawan, dsb). Karena mementingkan kelompoknya sendiri, aristokrasi mengalami pemerosotan menjadi oligarkhi/plutokrasi. Oligarkhi berubah menjadi bentuk baik yang ketiga yakni politeia. Karena yang memerintah tidak tahu masalah pemerintahan, maka mengalami pemerosotan menjadi demokrasi. Setelah itu kembali lagi ke bentuk monarki dan begitu seterusnya.
Polybios berpendapat lain, bahwa bentuk negara baik yang ketiga bukanlah politeia melainkan demokrasi. Pemerosotan dari demokrasi adalah ochlokrasi/mobocracy, atau bahkan bisa menjadi anarchie.

Tinjauan negara secara modern diawali oleh pendapat Machiavelli bahwa hanya terdapat 2 bentuk negara, monarki dan republik (negara sebagai genus, monarki dan republik sebagai species). Para ahli yang sepakat dengan hal ini membagi kriteria penggolongan sebuah negara dikatakan sebagai monarki atau republik:
Jellinek: berdasarkan staatswill. Jika kehendak negara berdasarkan satu orang maka disebut monarki. Jika banyak orang maka disebut republik.
Duguit: berdasarkan cara pengangkatan. Jika turun temurun maka monarki, dan jika dipilih maka republik.
Otto Koellreuter: berdasarkan kesamaan dan ketidaksamaan hak untuk menjadi pemimpin. Jika tidak sama maka monarki, jika sama maka republik.

Tinjauan negara berdasar kriteria lain/keadaan sebenarnya dibagi menjadi 2 aliran: aliran bentuk negara sebagai bentuk pemerintahan dan aliran bentuk negara dalam 2 golongan yakni demokrasi dan diktatur.
Aliran bentuk negara sebagai bentuk pemerintahan ada 3 model:
1. Parlementer: seperti yang ada di Inggris, ada 3 fase:
Eksekutif lebih besar kekuasaannya dari legislatif. Berarti jika di legislatif terdapat perselisihan, Raja yang mengambil keputusan.
Eksekutif seimbang dengan legislatif. Ini artinya legislatif boleh meminta pertanggungjawaban eksekutif, namun apabila parlemen tidak lagi memenuhi keinginan rakyat maka eksekutif berhak membubarkan legislatif.
Eksekutif lebih lemah dari legislatif. Ini disebut juga sebagai sistem parlementer yang murni. Kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan eksekutif sepenuhnya tunduk pada parlemen.
2. Presidensiil: seperti yang ada di Amerika Serikat. Eksekutif tidak bertanggungjawab pada legislatif. Dalam penerapannya di AS, Presiden berhak mengeluarkan hak veto terhadap pengajuan rancangan undang-undang dari kongres. Jika Presiden dianggap tidak layak maka Presiden dapat dimakzulkan (impeachment).
3. Pengawasan langsung rakyat (Swiss): secara garis besar terdapat 2 ciri khas yakni inisiatif rakyat yang berupa gagasan untuk membuat undang-undang dan referendum yang mana dalam hal ini pemerintah meminta pendapat rakyat. Ada 3 macam referendum yakni referendum obligatoir (wajib) yang menyangkut hak-hak rakyat, referendum fakultatif yang terkait dengan penerimaan atau penolakan undang-undang yang ada, dan referendum konsultatif yang sifatnya teknis.

Berdasarkan demokrasi dan diktatur
Menurut Dr. Jitta ada dua pengertian tentang demokrasi sebagai bentuk negara, yakni methods of decision making (formil) dan contents of decision making (materiil). Dr. Bonger mengemukakan lain, bahwa demokrasi jangan hanya dilihat dari bentuknya melainkan dari semangatnya. Beliau berpendapat bahwa demokrasi timbul dari kolektivitas yang memerintah dirinya sendiri dengan kesadaran penuh setiap anggotanya untuk terlibat aktif ataupun tidak aktif dimana terjamin kebebasan dan persamaan.
E.H. Carr mengemukakan beberapa kekurangan dari demokrasi barat:
1. Terlalu formil sehingga tidak dapat melihat perbedaan dalam lapisan-lapisan masyarakat
2. Terlalu politis sehingga tidak memperhatikan unsur-unsur lain
3. Kurang memiliki pedoman yang kuat karena banyak kebenaran yang tidak mutlak
4. Kurang memberikan kesempatan bagi orang banyak untuk terlibat aktif dalam pemerintahan karena persamaan hanya diakui secara formal.
Berdasarkan kebebasan dan persamaan disampaikan oleh Hans Kelsen dan Snetlage berturut-turut. Hans Kelsen mengemukakan bahwa hal utama dalam demokrasi adalah kebebasan karena kebebasan adalah dambaan setiap orang. Disebut sebagai demokrasi formil.
Snetlage mengemukakan bahwa yang terpenting bukan metodenya melainkan isinya yakni untuk kepentingan umum. Yang terpenting adalah unsur persamaan. Hal ini dikecam oleh penganut demokrasi formal sebab dianggap menghilangkan pengakuan atas kebebasan atas dasar mewujudkan persamaan.
C.F. Strong mengemukakan ada 5 kriteria menentukan bentuk negara:
1. Bangunan negara: kesatuan/serikat
2. Konstitusi: tertulis/tidak
3. Legislatif: satu kamar/dua kamar
4. Sistem pemerintahan: parlemen, presidensiil, atau pengawasan langsung rakyat
5. Sistem hukum: rule of law/rechtstaat

Mohon dikoreksi jika ada kesalahan dan ditambahkan jika ada yang perlu ditambahkan.

Bernardino Rakha Adjiebrata
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2015

Sumber:
Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. 2015. Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

0 komentar: