Pengantar Ilmu Hukum: Pengertian Pokok Dalam Sistem Hukum

08.25 Bernardino Rakha A 0 Comments

Masyarakat Hukum
Dalam hal ini adalah pengertian masyarakat hukum sebagai sistem hubungan teratur dengan hukum sendiri. Maksud dari "dengan hukum sendiri" itu adalah hukum yang diciptakan dari, oleh, dan untuk sistem hubungan hukum itu sendiri. Hubungan ini dapat diartikan berupa relation (abstrak) dan communication (konkrit). Hubungan berupa relation akan tetap ada walaupun tidak ada komunikasi antar warga, tidur semua, atau bahkan meninggal.

Subjek Hukum
Adalah segala sesuatu yang menurut hukum dapat mendukung hak dan kewajiban. Kepada dirinya diberikan kebebasan untuk bertindak menurut hukum.
Menurut Curzon, dalam perspektif hukum seseorang dibedakan menjadi 2 (jika tulisan ini kurang benar mohon dibenarkan):
  1. Pribadi Kodrati (jasmani, rohani, kejiwaan, fisik)
  2. Pribadi Hukum, ini yang kemudian disebut subjek hukum
Subjek hukum dapat dibagi menjadi:
  1. Manusia/pribadi kodrati (natuurlijk persoon): seluruh manusia tanpa terkecuali dari lahir hingga wafat. Dapat muncul sejak bayi dalam kandungan jika kepentingannya memerlukan. Jika bayi itu meninggal sebelum dilahirkan maka dianggap tidak pernah ada.
  2. Badan Hukum (rechtspersoon): sekelompok manusia yang bertindak sebagai satu kesatuan dan memiliki hak serta kewajiban secara kesatuan juga. Badan hukum terdiri atas badan hukum privat (PT, Yayasan), badan hukum publik (BUMN, BUMD), dan negara.
  3. Pejabat atau tokoh, yakni suatu bundle of roles atau rangkuman peranan (hak dan kewajiban) yang dilaksanakan oleh pemegang peranan, biasanya pribadi kodrati.
Karakteristik subjek hukum manusia adalah:
  1. Mandiri: memiliki kemampuan penuh untuk bertindak menurut hukum.
  2. Terlindung: dianggap tidak mampu melakukan perbuatan hukum.
  3. Perantara: seseorang yang walaupun berkemampuan namun dibatasi sehingga seseorang tersebut masih dapat menyatakan kehendak dan bertindak menurut hukum selama memiliki pengampu/kurator.
Yang dikatakan sebagai orang-orang dibawah pengampuan/tidak cakap hukum/personae miserabile adalah:
  1. Orang dewasa yang dalam pengampuan/tidak cakap hukum
  2. Anak dibawah 21 tahun menurut KUHPer
  3. Istri (dicabut dengan SEMA No. 3 tahun 1963)
Orang dewasa yang dikatakan tidak cakap hukum dibagi menjadi dua:
  1. Orang yang sakit ingatan: neurosis (ketidaknormalan sistem kejiwaan) dan psikopat (ketidaknormalan seluruh jiwanya)
  2. Pemabuk dan pemboros
Teori-teori dalam Badan Hukum:
  1. Teori fictie: diumpamakan seperti manusia, punya hak dan kewajiban
  2. Teori kekayaan bertujuan
  3. Teori kepemilikan
  4. Teori organ
Objek Hukum
Adalah segala sesuatu yang bermanfaat bagi subjek hukum dan dapat menjadi objek dalam suatu hubungan hukum
Dibagi menjadi benda dan hak
Benda kemudian dibagi lagi: Berwujud dan Tak Berwujud (tangible dan intagible), Bergerak dan Tak Bergerak (moveable dan non-moveable)

Hak dan Kewajiban
Pada dasarnya setiap orang memiliki hak, namun konsekuensinya orang lain juga memiliki hak. Jadi hak di satu pihak menimbulkan kewajiban di pihak lainnya.
Ada 2 teori tentang hak yang masing-masing dibantah oleh Utrecht:
  1. Teori Kepentingan (Rudolf von Jhering: Belangen Theorie): Hak adalah segala sesuatu yang penting bagi subjek hukum dan dilindungi oleh hukum atau suatu kepentingan yang dilindungi. Bantahan Utrecht: hukum memang memiliki kewajiban untuk melindungi kepentingan, namun orang tidak boleh mengacaukan pengertian hak dan kepentingan.
  2. Teori Kehendak (Bernhard Winscheid: Wilsmacht Theorie): Hak adalah suatu kehendak yang dilengkapi oleh kekuatan dan diberikan oleh tata tertib hukum kepada seseorang. Ini terkait dengan pengecualian bagi orang-orang yang tidak cakap hukum. Bantahan Utrecht: Walaupun di bawah pengampuan, mereka tetap dapat mengutarakan kehendaknya melalui wali/kurator.
Timbulnya Hak:
  1. Lahirnya subjek hukum baru
  2. Kewajiban untuk mendapatkan hak sudah dipenuhi
  3. Menjadi korban perbuatan melawan hukum
  4. Perjanjian
  5. Daluwarsa (verjaring)
Hapusnya Hak:
  1. Meninggal dunia dan tidak memiliki ahli waris
  2. Masa berlaku habis dan tidak diperpanjang
  3. Hak sudah dipenuhi/diperoleh apa yang menjadi objek hak
  4. Daluwarsa
Kewajiban sebetulnya merupakan beban bagi subjek hukum
Oleh Curzon dibagi atas:
  1. Kewajiban mutlak (orangtua mengurus anak) dan nisbi (perjanjian)
  2. Kewajiban publik (hukum pidana) dan perdata (ganti rugi)
  3. Kewajiban positif (melakukan perbuatan positif biasanya menggunakan kata-kata sebaiknya, seyogianya) dan negatif (larangan bagi seseorang melakukan suatu hal)
Timbulnya kewajiban:
  1. Telah terpenuhinya hak yang membebani kewajiban
  2. Menimbulkan kerugian dengan melakukan perbuatan melawan hukum
  3. Daluwarsa
  4. Perjanjian
  5. Telah menikmati hak tertentu
Hapusnya kewajiban:
  1. Meninggal dunia dan tidak memiliki ahli waris
  2. Masa berlaku kewajiban sudah habis dan tidak diperpanjang
  3. Kewajiban sudah dipenuhi
  4. Hapusnya hak yang melatarbelakangi kewajiban
  5. Daluwarsa
  6. Ketentuan UU
  7. Dialihkan kepada pihak lain
  8. Force majeur
Peristiwa Hukum
Segala sesuatu yang terjadi secara nyata di masyarakat dan menimbulkan akibat hukum, ada 2:
  1. Karena perbuatan subjek hukum: perjanjian perkawinan
  2. Bukan karena perbuatan subjek hukum: kelahiran, kematian, force majeur
Perbuatan Hukum
Segala sesuatu yang melatarbelakangi peristiwa hukum dan menimbulkan akibat hukum
Ada dua segi:
  1. Segi 1: dibuat oleh satu orang saja, contoh: surat wasiat
  2. Segi 2: dibuat oleh dua orang atau lebih, contoh: perjanjian
Akibat Hukum
Akibat yang diberikan oleh hukum atas suatu peristiwa hukum atau perbuatan subjek hukum
Dibedakan menjadi 2:
  1. Lahir, berubah, lenyap suatu keadaan hukum (Contoh: seseorang yang baru berulangtahun ke 21 berubah dari curatele menjadi orang yang cakap hukum/dianggap dewasa)
  2. Lahir, berubah, lenyap suatu hubungan hukum (Contoh: seseorang yang mengadakan perjanjian utang piutang mendapatkan status debitor untuk yang berutang dan kreditor untuk yang diutangin)
Hubungan Hukum
  1. Hubungan sederajat/nebeneinander (suami istri, propinsi-propinsi), dan hubungan tidak sederajat/nacheinander (ayah-anak, penguasa-warga)
  2. Hubungan timbal-balik (menimbulkan hak dan kewajiban pada masing-masing pihak) dan hubungan timpang (di satu pihak hanya memiliki hak dan di pihak lain hanya memiliki kewajiban)
Hubungan sederajat tidak selalu timbal-balik, contoh: pinjam-meminjam. Sederajat namun peminjam dikenai kewajiban mengembalikan dan yang dipinjam memiliki hak untuk mendapatkan barangnya lagi.
Hubungan tidak sederajat tidak selalu timpang, contoh: atasan dan bawahan. Beda derajat namun ada hubungan timbal-balik.

Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad)
Sebelum Arrest Hooge Raad 1919 dalam kasus seorang nona yang lupa mematikan kran air kemudian air itu menggenangi seluruh kota, PMH diartikan:
  1. Dilanggarnya hak-hak orang lain yang diatur dalam UU
  2. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
Setelah ada Arrest Hooge Raad 1919, PMH menjadi:
  1. Segala perbuatan/tindakan yang menimbulkan pelanggaran bagi orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku
  2. Melanggar baik dalam hal kesusilaan maupun kesaksamaan yang layak dalam kehidupan bermasyarakat terhadap orang lain maupun barang milik orang lain.
Mohon dikoreksi jika ada kesalahan dan ditambahkan jika ada yang kurang.

Bernardino Rakha Adjiebrata
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2015

Sumber:
Soekanto, Soerjono, dan Purnadi Purbacaraka. 1993. Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Bahan Kuliah Pengantar Ilmu Hukum di http://bem.law.ui.ac.id/fhuiguide/bahankuliah
Catatan pribadi.

0 komentar:

Kuliah Ilmu Negara Bab VII

17.39 Bernardino Rakha A 0 Comments

Bab VII: Bentuk Negara
Ada 3 tinjauan bentuk negara: tradisional, modern, dan keadaan sebenarnya

Tinjauan negara tradisional dibahas oleh Aristoteles. Dirinya mencetuskan teori kuantitas yakni berdasarkan pada jumlah orang yang berkuasa, dan teori kualitas yang mendasarkan pada baik buruknya yang berkuasa serta juga mengenai pemerosotan dari bentuk baik ke bentuk yang buruk.
Menurut Aristoteles, negara baik pertama adalah monarki yang mengalami pemerosotan menjadi tirani/diktatuur. Kemudian setelah tirani/diktatuur, muncul aristokrasi yang berisi sekumpulan orang (bangsawan, cendekiawan, dsb). Karena mementingkan kelompoknya sendiri, aristokrasi mengalami pemerosotan menjadi oligarkhi/plutokrasi. Oligarkhi berubah menjadi bentuk baik yang ketiga yakni politeia. Karena yang memerintah tidak tahu masalah pemerintahan, maka mengalami pemerosotan menjadi demokrasi. Setelah itu kembali lagi ke bentuk monarki dan begitu seterusnya.
Polybios berpendapat lain, bahwa bentuk negara baik yang ketiga bukanlah politeia melainkan demokrasi. Pemerosotan dari demokrasi adalah ochlokrasi/mobocracy, atau bahkan bisa menjadi anarchie.

Tinjauan negara secara modern diawali oleh pendapat Machiavelli bahwa hanya terdapat 2 bentuk negara, monarki dan republik (negara sebagai genus, monarki dan republik sebagai species). Para ahli yang sepakat dengan hal ini membagi kriteria penggolongan sebuah negara dikatakan sebagai monarki atau republik:
Jellinek: berdasarkan staatswill. Jika kehendak negara berdasarkan satu orang maka disebut monarki. Jika banyak orang maka disebut republik.
Duguit: berdasarkan cara pengangkatan. Jika turun temurun maka monarki, dan jika dipilih maka republik.
Otto Koellreuter: berdasarkan kesamaan dan ketidaksamaan hak untuk menjadi pemimpin. Jika tidak sama maka monarki, jika sama maka republik.

Tinjauan negara berdasar kriteria lain/keadaan sebenarnya dibagi menjadi 2 aliran: aliran bentuk negara sebagai bentuk pemerintahan dan aliran bentuk negara dalam 2 golongan yakni demokrasi dan diktatur.
Aliran bentuk negara sebagai bentuk pemerintahan ada 3 model:
1. Parlementer: seperti yang ada di Inggris, ada 3 fase:
Eksekutif lebih besar kekuasaannya dari legislatif. Berarti jika di legislatif terdapat perselisihan, Raja yang mengambil keputusan.
Eksekutif seimbang dengan legislatif. Ini artinya legislatif boleh meminta pertanggungjawaban eksekutif, namun apabila parlemen tidak lagi memenuhi keinginan rakyat maka eksekutif berhak membubarkan legislatif.
Eksekutif lebih lemah dari legislatif. Ini disebut juga sebagai sistem parlementer yang murni. Kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan eksekutif sepenuhnya tunduk pada parlemen.
2. Presidensiil: seperti yang ada di Amerika Serikat. Eksekutif tidak bertanggungjawab pada legislatif. Dalam penerapannya di AS, Presiden berhak mengeluarkan hak veto terhadap pengajuan rancangan undang-undang dari kongres. Jika Presiden dianggap tidak layak maka Presiden dapat dimakzulkan (impeachment).
3. Pengawasan langsung rakyat (Swiss): secara garis besar terdapat 2 ciri khas yakni inisiatif rakyat yang berupa gagasan untuk membuat undang-undang dan referendum yang mana dalam hal ini pemerintah meminta pendapat rakyat. Ada 3 macam referendum yakni referendum obligatoir (wajib) yang menyangkut hak-hak rakyat, referendum fakultatif yang terkait dengan penerimaan atau penolakan undang-undang yang ada, dan referendum konsultatif yang sifatnya teknis.

Berdasarkan demokrasi dan diktatur
Menurut Dr. Jitta ada dua pengertian tentang demokrasi sebagai bentuk negara, yakni methods of decision making (formil) dan contents of decision making (materiil). Dr. Bonger mengemukakan lain, bahwa demokrasi jangan hanya dilihat dari bentuknya melainkan dari semangatnya. Beliau berpendapat bahwa demokrasi timbul dari kolektivitas yang memerintah dirinya sendiri dengan kesadaran penuh setiap anggotanya untuk terlibat aktif ataupun tidak aktif dimana terjamin kebebasan dan persamaan.
E.H. Carr mengemukakan beberapa kekurangan dari demokrasi barat:
1. Terlalu formil sehingga tidak dapat melihat perbedaan dalam lapisan-lapisan masyarakat
2. Terlalu politis sehingga tidak memperhatikan unsur-unsur lain
3. Kurang memiliki pedoman yang kuat karena banyak kebenaran yang tidak mutlak
4. Kurang memberikan kesempatan bagi orang banyak untuk terlibat aktif dalam pemerintahan karena persamaan hanya diakui secara formal.
Berdasarkan kebebasan dan persamaan disampaikan oleh Hans Kelsen dan Snetlage berturut-turut. Hans Kelsen mengemukakan bahwa hal utama dalam demokrasi adalah kebebasan karena kebebasan adalah dambaan setiap orang. Disebut sebagai demokrasi formil.
Snetlage mengemukakan bahwa yang terpenting bukan metodenya melainkan isinya yakni untuk kepentingan umum. Yang terpenting adalah unsur persamaan. Hal ini dikecam oleh penganut demokrasi formal sebab dianggap menghilangkan pengakuan atas kebebasan atas dasar mewujudkan persamaan.
C.F. Strong mengemukakan ada 5 kriteria menentukan bentuk negara:
1. Bangunan negara: kesatuan/serikat
2. Konstitusi: tertulis/tidak
3. Legislatif: satu kamar/dua kamar
4. Sistem pemerintahan: parlemen, presidensiil, atau pengawasan langsung rakyat
5. Sistem hukum: rule of law/rechtstaat

Mohon dikoreksi jika ada kesalahan dan ditambahkan jika ada yang perlu ditambahkan.

Bernardino Rakha Adjiebrata
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2015

Sumber:
Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. 2015. Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

0 komentar:

Kuliah Ilmu Negara Bab VI

08.13 Bernardino Rakha A 0 Comments

Bab VI: Tujuan Negara

Ada 3 tinjauan tentang tujuan negara
1. Tujuan hidup manusia
2. Kekuasaan
3. Kemakmuran rakyat

Berdasarkan tujuan hidup manusia ada pendapat dari Agustinus dan Ibnu Taimiyah
Agustinus: Civitas Dei (negara Tuhan) dan Civitas Terrena (negara duniawi). Civitas Terrena harus mengacu atau bahkan menjadi Civitas Dei agar tercapai tujuan hidupnya yakni masuk surga.
Ibnu Taimiyah: menjalankan syariat Islam dan menciptakan masyarakat adil dan makmur.

Berdasarkan kekuasaan ada pendapat dari Lord Shang Yang, Machiavelli, dan Negara Kekuasaan
Lord Shang Yang: rakyat harus dibuat bodoh supaya pemerintah kuat. Jika rakyat tidak bodoh maka pemerintah lemah. Kebudayaan harus disingkirkan. Semata-mata demi kekuasaan.
Machiavelli: pemimpin harus menjadi raja tega, seperti singa dan licik seperti serigala. Kebudayaan dianggap merupakan penghalang. Dalam hal ini, Machiavelli mengungkapkan bahwa tujuannya adalah untuk mempersatukan Italia yang terpecah belah, menjaga keamanan, dan menjaga ketertiban.
Negara kekuasaan: negara dijalankan dengan kekerasan, paksaan, dsb atas dasar L' etat c'est moi (negara adalah saya). Raja Louis yang terakhir yang dihukum mati dengan guillotine adalah tokoh yang menjalankan ini.

Berdasarkan kemakmuran rakyat
Dikenal dua prinsip
1. Salus Publica Suprema Lex: keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Jadi kepentingan umum berada diatas undang-undang
2. Princep Legibus Solutus Est: disini ada keterlibatan raja (silahkan ditambahkan)
Dibagi menjadi 4: polizei staat, negara Liberal, negara hukum formil, dan negara hukum materiil
Polizei staat: dalam hal ini pemerintah yang menyelenggarakan negara dan rakyat tidak boleh ikut campur (status pasif dan positif). Menggunakan sistem ekonomi Merkantilisme/Kameralistik.
Negara Liberal: antithese dari polizei staat, negara liberal merupakan negara yang terwujud atas inisiatif para individual dan cendekiawan yang ingin terlibat langsung menyelenggarakan negara.
Negara Hukum Formil: negara ini harus memenuhi 4 syarat:
1. Pengakuan Hak Asasi
2. Pemisahan kekuasaan
3. Berdasar pada undang-undang
4. Memiliki pengadilan administrasi
Negara Prancis hanya menggunakan kedua syarat yang pertama saja.
Keempat syarat diatas dianggap sebagai sebuah conditio sine qua non bagi sebuah negara.
Negara Hukum Materiil: tidak menekankan pada bentuknya, namun menekankan pada isinya. Negara hukum materiil ini dipakai salah satunya di negara Swedia. Diketahui pula dalam kuliah bahwa Mohammad Hatta pernah menyarankan Indonesia menggunakan tujuan negara hukum materiil.

Mohon dikoreksi jika ada kesalahan dan ditambahkan jika ada yang perlu ditambahkan.

Bernardino Rakha Adjiebrata
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2015

Sumber:
Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. 2015. Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

0 komentar:

Kuliah Ilmu Negara Bab V

07.48 Bernardino Rakha A 0 Comments

Bab V: Tipe-Tipe Utama Negara

Tipe Negara Timur Purba
Negara ini berdasarkan agama dan bersifat absolut serta despotik. Namun, tidak semua Negara Timur Purba seperti itu. Contohnya, raja-raja Nusantara yang mau bergabung dengan rakyat dan berdoa bersama-sama meminta hujan.

Tipe Negara Yunani
Ciri khas negara Yunani adalah polis/negara kota dengan sistem demokrasi langsung. Dalam demokrasi langsung ini, seluruh rakyat dikumpulkan di suatu tempat yang bernama Eclesia. Disana, tidak semua rakyat boleh bersuara. Mereka harus menyerahkan suara mereka kepada seorang jago pidato yang disebut Rethorica. Kemudian, Rethorica itulah yang menyalurkan pendapat rakyat dalam pertemuan di Eclesia. Dalam hal ini, budak juga tidak diizinkan bersuara, sebab budak dianggap sebagai objek yang dapat diperjualbelikan.

Tipe Negara Romawi
Negara Romawi mengadopsi teori-teori tentang negara yang berasal dari Yunani, setelah mereka menduduki Yunani. Ketika Romawi menjadi sebuah imperium yang sangat besar, penerapan city state di negara itu tidak lagi sama. Maka kemudian dibuatlah Negara Romawi sebagai polis, sedangkan daerah-daerah lain yang berada di bawah kekuasaan Romawi dianggap sebagai lampiran-lampiran. Ada 4 fase:
Fase Kerajaan: dongeng-dongeng tentang pendiri bangsa Romawi (Romus dan Romulus)
Fase Republik: didirikan atas dasar kepentingan umum (Res Publica). Pada masa ini negara dipimpin oleh 2 orang konsul. Kemudian, jika ada keadaan darurat maka kepemimpinan diserahkan kepada seorang diktator yang berkuasa absolut. Setelah keadaan pulih, diktator tersebut harus mengembalikan kekuasaannya kepada kedua konsul tadi.
Fase Principaat: pada masa ini karena Romawi sudah berkembang sedemikian besarnya, kekuasaan diserahkan kepada seorang jenderal Romawi yang bernama Julius Caesar sebagai penguasa tunggal yang absolut atas dasar Ratio Gubernandi.
Fase dominaat: pada masa ini absolutisme kepemimpinan Caesar berkembang lebih kejam dari sebelumnya, seperti diadakannya gladiator, bakar orang, dll

Tipe Negara Abad Menengah
Ciri-ciri negara abad menengah adalah:
1. Dualistis, ada Rex (raja) dan Regnum (rakyat)
2. Feodal, dalam hal ini bersifat patrimonial. Yang memiliki tanah adalah yang berkuasa atas apapun dan siapapun yang berada di atas tanah itu.
3. Terjadi pertentangan antara gereja dan negara, sehingga timbul paham sekularisme.
4. Standenstaat atau lapisan-lapisan di dalam negara.

Tipe Negara Modern
Pada intinya sudah menggunakan sistem perwakilan seperti yang dapat kita lihat saat ini, namun terjadi beberapa perkembangan juga didalamnya.

Mohon dikoreksi jika ada kesalahan dan ditambahkan jika ada yang perlu ditambahkan :)

Bernardino Rakha Adjiebrata
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2015

Sumber:
Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. 2015. Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

0 komentar:

Kuliah Ilmu Negara Bab IV

00.14 Bernardino Rakha A 0 Comments

Bab IV: Syarat Terjadinya Negara

Terjadinya negara secara primer adalah ketika belum ada negara/pemerintahan yang berdiri sebelumnya. Terjadinya negara secara primer melalui 4 tahap:

Gemeinschaft (sumber lain menyebutkan Genossenschaft)
Sekumpulan orang dengan kesamaan nasib, penderitaan, dkk. Kemudian membentuk kelompok yang dipimpin oleh seorang primus inter pares.

Reich/Rijk
Yang memiliki tanah adalah yang berkuasa. Siapapun yang menumpang di atas tanah itu tunduk pada ketetapan yang dikeluarkan oleh pemilik tanah. Belum dapat disebut sebagai negara.

Staat
Sudah memenuhi syarat2 klasik terbentuknya negara: rakyat, wilayah, pemerintah yang berdaulat. Masih ada perkembangan lebih lanjut.

Democratische Natie/Diktatuur
Setelah PD I dan II muncul pembentukan negara democratische natie. Sarjana-sarjana Jerman meyakini bahwa ada perkembangan lagi dari bentuk democratische natie yakni diktatuur. Sarjana-sarjana lain menganggap bahwa diktatuur adalah penyimpangan dari democratische natie.

Terjadinya negara secara sekunder adalah ketika sebelumnya sudah berdiri negara/kekuasaan berdaulat di tempat tersebut. Dalam hal ini dibahas dua macam pengakuan
De facto: adalah pengakuan berdasarkan kenyataan yang ada. Biasanya berlaku sementara saja.
De jure: adalah pengakuan secara resmi. Berlaku secara tetap.

Sarjana bernama Francois mencoba menerapkan sistem hukum perdata bagi Indonesia dalam urusannya dengan Belanda. Francois merumuskan bahwa Belanda sebagai eugenaar/pemilik tanah dan Indonesia sebagai penguasa tanah. Hal ini dianggap sukar untuk diterapkan untuk suatu negara sebab urusan negara senantiasa menggunakan hukum publik dan hukum tata negara

Mohon dikoreksi jika ada kesalahan.

Bernardino Rakha A.
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2015

Sumber:
Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. 2015. Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia

0 komentar:

Kuliah Ilmu Negara Bab I-III

01.38 Bernardino Rakha A 0 Comments

Bab I: Pendahuluan
Ilmu Negara merupakan ilmu yang membahas pengertian-pengertian pokok dan sendi-sendi pokok tentang negara. Pengertian pokok tersebut berlaku sama di seluruh dunia, sedangkan sendi-sendi pokok berlaku berbeda tergantung pada wilayahnya.

Perbedaan antara Ilmu Negara dengan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara adalah bahwa Ilmu Negara merupakan ilmu yang artinya ia masih bersifat abstrak dan belum dapat diterapkan secara langsung dalam sebuah negara. Sedangkan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara sudah dapat diterapkan secara langsung ke dalam hukum positif suatu negara, sehingga ia dinamakan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, bukan lagi sekadar ilmu yang abstrak.

Kodifikasi hukum dari Romawi masuk ke Eropa Barat melalui apa yang  dikenal dengan nama teori receptie, yakni teori tentang penerimaan dan peninjauan kembali terhadap hukum yang lampau. Ada empat fase:

  1. Theoretische Receptie: Bangsa Eropa mempelajari dan menggali kembali ilmu-ilmu yang lampau secara teoritis, belajar langsung ke Negara Romawi.
  2. Praktische Receptie: Teori-teori yang sudah dipelajari kemudian diterapkan dalam pelaksanaannya melalui pengadilan. Dan dengan demikian seluruh masyarakat meresapi hukum dari Negara Romawi.
  3. Wetenschappelijke Receptie: Setelah hukum Romawi tersebut diresapi oleh masyarakat, didirikanlah universitas dan fakultas untuk mempelajari kodifikasi hukum ini di negara-negara Eropa itu agar tidak perlu lagi belajar jauh-jauh ke Negara Romawi
  4. Posietieve Rechtelijke Receptie: Setelah sudah banyak orang-orang yang memahami hukum Negara Romawi itu, kemudian hukum tersebut dijadikanlah hukum positif.
George Jellinek mendapat julukan sebagai "Bapak Ilmu Negara" karena ia merupakan orang pertama yang menyusun teori tentang negara secara sistematis. Jellinek memperkenalkan Zweiseiten Theorie atau teori dua segi, bahwa negara dapat dipandang dari segi sosiologis (bangunan sosial) dan segi yuridis (bangunan hukum). Berikut ini merupakan sistematika George Jellinek:

  1. Staatswissenschaft dalam arti luas, dibagi menjadi dua: staatswissenschaft dalam arti sempit dan rechtswissenschaft
  2. Staatswissenschaft dalam arti sempit dibagi menjadi 3: beschreibende staatswissenschaft (hanya pengetahuan saja), theoretische staatswissenschaft (teori-teori), dan praktische staatswissenschaft (praktek). Rechtswissenschaft dibagi menjadi 3: Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan Hukum Antar Negara
  3. Theoretische Staatswissenschaft dibagi menjadi 2: Allgemeine Staatslehre (Ilmu Negara Umum) dan Besondere Staatslehre (Ilmu Negara Khusus)
  4. Allgemeine Staatslehre dibagi menjadi 2: Allgemeine Soziale Staatslehre (sosiologis) dan Allgemeine Staatsrechtslehre (yuridis). Besondere Staatslehre dibagi menjadi 2: Individuelle Staatslehre (sosiologis) dan Speziale Staatslehre (yuridis).
Jellinek dibantah oleh muridnya yang bernama Hans Kelsen. Menurut Kelsen, ilmu tersebut harus lah berdiri sendiri dan tidak boleh dicampuradukkan dengan ilmu-ilmu lain (murni). Sehingga Kelsen merumuskan bahwa negara sebagai sebuah bangunan hukum memiliki tingkatan-tingkatan hukum yang dikenal dengan nama stufenbouw theorie. Tingkatan hukum tersebut sebenarnya ditemukan oleh Adolf Merkel.

Bab II: Sifat Hakekat Negara

Ada 3 tinjauan: historis, sosiologis, dan yuridis

Tinjauan historis merupakan tinjauan yang melihat dari istilah yang dipakai untuk negara. Misalnya pada masa Yunani Kuno dikenal istilah polis/negara kota. Kemudian pada masa abad pertengahan dikenal istilah civitas, yang menurut Agustinus ada dua yakni Civitas Dei (Tuhan) dan Civitas Terrena (duniawi). Kemudian ada pula dikenal istilah La stato yang dikemukakan oleh Machiavelli untuk menamai negara berdasarkan status sudah bernegara atau status civilis. Ini terkait dengan penandaan status yang menandai status seseorang sudah bernegara atau belum (status naturalis&status civilis)

Tinjauan sosiologis melihat dalam bentuk sederhana nya negara yakni organisasi manusia. Menurut Rudolf Von Jhering, negara didirikan untuk menciptakan organisasi yang teratur. Oleh karenanya, perlu dipimpin oleh seseorang dengan kekuatan jasmani. Namun hal ini hanya dilihat dari aspek kekuasaan semata. Duguit juga mengungkapkan hal senada bahwa didalam negara, yang paling kuat dapat memaksakan keinginannya kepada yang paling kuat.
Ada pula yang menganggap negara sebagai sebuah ikatan satu bangsa atau organisasi kewibawaan. Sebagai ikatan satu bangsa, menurut McDougall, dasar pengelompokan manusia adalah sebagai berikut:
  1. Alamiah (natuurlijk), yakni terjadi tanpa campur tangan manusia
  2. Sengaja (kunsmatig), dibagi lagi menjadi 3:
  • Benar-benar sengaja dibuat oleh manusia
  • Berdasarkan kebiasaan/tradisi
  • Campuran
Kranenburg mengemukakan bahwa McDougall tidak menjelaskan kelompok yang mana yang disebut negara, maka Kranenburg menjelaskan berdasarkan ada di satu tempat tertentu atau tidaknya dan teratur atau tidaknya sebagai berikut:
  1. Ada di suatu tempat tertentu dan teratur, contohnya penonton di bioskop
  2. Ada di suatu tempat tertentu namun tidak teratur, contohnya demonstrasi
  3. Tidak berada di suatu tempat tertentu dan tidak teratur, contohnya pedagang asongan
  4. Tidak berada di suatu tempat tertentu namun teratur, ini yang disebut sebagai negara
Kranenburg mengungkapkan bahwa negara adalah merupakan ikatan satu bangsa. Hal ini dikarenakan menurutnya, negara tumbuh dari adanya keinginan bersama untuk membentuk negara (willen verhaltnis) dan kemudian timbullah suatu tujuan bersama. Jadi tidak mungkin kalau negara itu terdiri dari beberapa bangsa.
Hermann Heller dan Logemann tidak setuju dengan pendapat Kranenburg. Menurut mereka mungkin saja jika negara tersebut tersusun atas beberapa bangsa. Menurutnya negara harus dipandang sebagai sebuah organisasi kewibawaan (Territoriaale Gezag Organisatie) sebagai suatu kekuasaan yang diakui. Kekuasaan tersebut diakui untuk memutuskan hal-hal yang penting (entscheidungseinheit). Max Weber mengungkapkan bahwa kekuasaan yang tidak diakui disebut sebagai kekerasan. Max Weber membagi organisasi kewibawaan sebagai berikut:
  1. Charismatische Gezag: berdasarkan keunggulan-keunggulan yang ada pada pemimpinnya tetapi tidak ditelaah dulu.
  2. Traditioneel Gezag: tradisi
  3. Rationeel Gezag: berdasarkan akal sehat, contoh: atasan pada bawahan
Logemann kemudian membagi lagi:
  1. Charismatische Gezag: umumnya dalam bidang agama
  2. Magische Gefundeerd Gezag: berdasarkan kekuatan magis yang dimiliki
  3. Traditioneel Gezag
  4. Rationeel Gefundeerd Gezag: oleh Logemann dikaitkan secara khusus dengan mythe yang artinya kepercayaan terhadap segala sesuatu yang dianggap benar. Mythe ada mythe abad 18 yang berupa dongeng-dongeng dan mythe abad 19 yakni pemerintahan dengan sistem perwakilan.
  5. Gezag Ener Elite: dikaitkan dengan mythe abad 20 yakni berdasar pada keanggotaan dari suatu elit yang berkuasa
Ditinjau dari sudut organisasi sebagai organisasi kewibawaan, maka negara merupakan suatu kesatuan yang berwibawa untuk bekerjasama dalam mencapai satu tujuan (wirkungseinheit). Adapun sistem kerjanya dibagi menjadi vertikal dan horizontal (departemen-departemen). Oleh karena itu, negara disebut juga sebagai organisasi jabatan (Ambten Organisatie). Ada kalanya pula departemen satu bekerja dengan departemen lain sehingga dibentuk panitia antar departemen (Government by committee).
Menurut Oppenheimer dan Gumplowics, dalam tinjauan secara sosiologis juga dapat dikatakan bahwa negara adalah sebuah organisasi yang berdiri karena penaklukan.

Tinjauan yuridis yakni berdasarkan negara sebagai objek hukum

Sifat negara sebagai penjelmaan tata hukum nasional menggunakan teori Hans Kelsen bahwa dalam suatu negara dipergunakan tingkatan-tingkatan hukum.

Bab III: Ikhtisar Pembenaran Negara

Ada 3 teori pembenaran negara: theokrasi, kekuatan, yuridis

Teori theokrasi adalah teori yang menyatakan bahwa penyelenggaraan negara berasal dari Tuhan. Terdapat theokrasi langsung dan theokrasi tidak langsung.
  1. Theokrasi Langsung: pemimpin negara tersebut dianggap sebagai Tuhan/anak Tuhan. Contoh: Kaisar Jepang sebelum PD II, Dalai Lama, Firaun, dsb.
  2. Theokrasi Tidak Langsung: pemimpin negara tersebut bukan Tuhan, melainkan wakil Tuhan di dunia. Contoh: Pemimpin Tahta Suci (Paus). Dikenal teori dari Agustinus dan Thomas von Aquino. Agustinnus mengungkapkan teori tentang Civitas Dei yang merupakan cita-cita negara agama dan Civitas Terrena yang merupakan negara duniawi yang diabolik/iblis dan dikecam oleh Agustinus. Thomas von Aquino mengungkapkan teori dua pedang, yakni pedang rohaniah yang berada pada organisasi gereja dibawah kekuasaan paus dan pedang duniawiah diserahkan pada organisasi negara yang dipimpin raja/kaisar.
Teori kekuatan adalah teori yang mendasarkan pada kekuatan. Ada teori kekuatan jasmani, kekuatan rohani, dan kekuatan ekonomi.

A. Kekuatan Jasmani
Shang Yang: Kebudayaan harus disingkirkan dan rakyat harus dibuat bodoh supaya negara kuat.
Machiavelli: Demi keamanan dan ketertiban, raja harus menjadi raja tega seperti singa dan licik seperti serigala.
Voltaire: Raja adalah orang yang mampu mengalahkan prajurit lain.
Thomas Hobbes: Yang kuat yang berkuasa

B. Kekuatan Rohani
Kekuatan untuk mencerahkan masyarakat

C. Kekuatan Ekonomi
Karl Marx: Masyarakat ekonomi kuat menindas masyarakat ekonomi lemah, sehingga pertentangan kelas semacam ini harus dihapuskan dengan menyetarakan seluruh masyarakat dalam satu kelas yang sama.
H.J. Laski: Seluruh sumber daya yang ada dalam negara dikerahkan demi tercapainya produksi yang stabil

Teori Yuridis, terbagi atas Segi Hukum Perdata dan Segi Hukum Publik

Dalam segi Hukum Perdata terbagi menjadi 3:
  1. Hukum Keluarga (MacIver): diawali oleh keluarga yang dipimpin oleh kepala keluarga kemudian berkembang menjadi klan yang besar. Kekuasaannya turun temurun.
  2. Hukum Benda (Von Haller): yang memiliki tanah adalah yang berkuasa, jadi siapapun yang tinggal di atas tanah itu tunduk pada ketentuan yang dibuat pemilik tanah (patrimonial). Sistemnya feodal.
  3. Hukum Perjanjian (Cicero): masyarakat yang dikuasai, untuk melindungi kepentingannya mengadakan perjanjian dengan penguasa
Dalam segi Hukum Publik:

A. Teori Caesarismus: Rakyat menyerahkan kekuasaan sepenuhnya pada raja sehingga kekuasan habis dilahap oleh raja yang dalam mengatur negara membuat Undang-Undang (Lex Regia). Kekuasaan raja absolut
B. Teori Monarchomachen: Kekuasaan raja dalam hal ini dibatasi. Konstruksinya: rakyat membuat persetujuan membentuk negara (Pactum Unionis), rakyat membuat perjanjian penyerahan pada penguasa (Pactum Subjectionis), dicantumkan dan diberi syarat dalam Legez Fundamentalis. Jika raja bersalah maka rakyat dapat menghukum.
C. Tiga teori perjanjian masyarakat pada zaman modern: bertumpu pada titik tolak yang sama yakni masyarakat yang masih sebagai status naturalis
  1. Thomas Hobbes: masyarakat sebagai status naturalis adalah makhluk yang serakah, egois, homo homini lupus. Sehingga dibutuhkan pemimpin yang kuat dan berkuasa absolut untuk mengatur manusia. Rakyat membuat perjanjian menjadi status civilis dan kemudian menyerahkan kekuasaannya sampai habis.
  2. John Locke: masyarakat sebagai status naturalis adalah masyarakat berakal budi. rakyat membuat perjanjian dengan penguasa supaya penguasa tidak melanggar hak-hak dasarnya.
  3. J.J. Rousseau: masyarakat sebagai status naturalis sejak lahir sudah memiliki kemerdekaan dan hak asasi, namun juga diatur dengan hukum, kebudayaan, dll. Perjanjian masyarakat menjadi status civilis membentuk kolektivitas dan negara diselenggarakan dengan sistim suara terbanyak.
Mohon dikoreksi bilamana ada kesalahan dari tulisan ini. Terimakasih.

Bernardino Rakha Adjiebrata
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2015

Sumber: 
Tim Pengajar Mata Kuliah Ilmu Negara. 2015. Ilmu Negara. Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

0 komentar:

SELAMAT DATANG

01.37 Bernardino Rakha A 0 Comments


Blog ini adalah blog pribadi, dibuat untuk menceriterakan tentang pengalaman-pengalaman selama berkuliah di fakultas hukum dan sebagai wadah untuk belajar mengenai mata kuliah di Fakultas Hukum. Bagaimana cara saya belajar mata kuliah menggunakan blog ini?

  1. Pertama-tama saya akan mencoba menghafal dan memahami materi dari buku-buku dan dari dosen. Sesudah itu, saya mencoba menulis di blog ini secara close book untuk melatih ketajaman pemahaman saya itu. Jika kurang lengkap maka saya buka buku dan saya tambahkan, sekalian bilamana ada kawan-kawan yang ingin memakai catatan saya untuk belajar.
  2. Menggunakan panduan soal-soal, saya jawab soal-soal secara close book dan secara urut di dalam blog ini. Sekali lagi jika kurang lengkap maka saya buka buku dan saya tambahkan informasinya.
Saya berharap cara belajar saya ini dapat terus efektif untuk mempertajam pemahaman khususnya pada saat menghadapi UTS dan UAS. Tidak lupa pula saya cantumkan disini sumber darimana tulisan-tulisan kuliah saya dapatkan. Saya juga berharap semoga tulisan saya disini dapat bermanfaat khususnya bagi kawan-kawan yang juga ingin belajar. Terimakasih dan salam kenal :)

Bernardino Rakha Adjiebrata
Fakultas Hukum Universitas Indonesia 2015

0 komentar: